Kisah Para Pahlawan Bersuara: Tim Koor Pekan Suci 2025 GMBA

Pekan Suci 2025 di Gereja St. Maria Bunda Allah Maguwo terasa makin megah dan menggema… semua karena ada para pahlawan bersuara emas: tim koor wilayah dan komunitas GMBA!
Mereka bukan cuma sekadar bernyanyi, bro. Mereka membungkus seluruh liturgi dengan harmoni surga, walau kadang dibalik senyum manisnya, ada suara nahan batuk atau ketegangan karena kunci nada yang mendadak naik tak terduga.

Mari kita kasih standing ovation buat mereka semua!

Minggu Palma dibuka dengan gagah berani oleh tim Koor Wilayah Don Bosco.
Suara mereka bikin prosesi daun palma serasa red carpet di surga!
Meski ada daun yang kadang nyerempet mic, mereka tetap tegar dan sopan.

Kamis Putih, giliran Wilayah Sang Timur yang turun panggung.
Mereka sukses mengubah suasana jadi syahdu dan haru.
Katanya sih, latihan mereka intens, sampai ada yang ngelantur nyanyi Ave Maria pas makan siang. (Saking terhanyutnya…)

Jumat Agung diisi dengan sangat khusyuk oleh Cantorez.
Waduh bro… harmoni suara mereka bikin merinding!
Bahkan kayu salib yang berat pun serasa lebih ringan karena diiringi lagu penuh penghayatan dari mereka.

Sabtu Vigili, malam paling sakral, dipercayakan ke Wilayah De Britto.
Tugas berat nih, dari suasana gelap sampai gegap gempita Gloria…
Tapi Wilayah De Britto menaklukkan semuanya, dengan stamina yang katanya dijaga pakai ramuan khusus: teh manis dan doa sepenuh hati!

Minggu Paskah, pentas kemuliaan, dipegang sama Wilayah Loyola.
Mereka tampil penuh semangat dan sukacita, bahkan ada umat yang bilang, “Lagu pembukaan aja udah bikin pengen joget syukur!”

Salut setinggi-tingginya untuk seluruh tim koor GMBA!
Kalianlah yang membuat Pekan Suci ini terasa hidup, megah, dan penuh getaran rohani.
Latihan tanpa lelah, koordinasi tanpa drama, suara yang naik-turun (dan kadang napas yang nyaris habis), semua jadi bagian dari pelayanan yang luar biasa indah.

Terima kasih karena sudah mempersembahkan bukan cuma suara… tapi hati.
Semoga setiap nada yang kalian lantunkan menjadi doa indah yang terbang langsung ke surga!
Kalau boleh, kita bilang:
“Koor GMBA, bukan sekadar bernyanyi, tapi mengubah misa jadi konser ilahi”

3M Buat semua….Makasih… Makasih…. Makasih…..

Leave a Reply

Ibadat Jumat Agung: Dalam Sunyi dan Hujan, Umat Merenungkan Salib-Nya

Maguwo, 18 April 2025 — Suasana langit yang kelabu dan rintik hujan yang turun sejak siang hari tidak menghalangi semangat umat  Stasi Santa Maria Bunda Allah Maguwo untuk mengikuti Ibadat Jumat Agung, yang dilangsungkan pada pukul 15.00 WIB dan dipimpin oleh Romo Fajar Kristianto, Pr.

Sekitar 1.092 umat hadir memenuhi gereja, menghayati momen suci mengenangkan sengsara dan wafat Tuhan kita Yesus Kristus. Ibadat yang berlangsung hingga pukul 17.00 WIB ini dilaksanakan dalam suasana hening, penuh penghayatan, dan sarat makna.

Jumat Agung adalah satu-satunya hari dalam tahun liturgi Gereja di mana Ekaristi tidak dirayakan. Sebagai gantinya, umat diajak untuk merenungkan kisah sengsara Yesus , mendengarkan renungan, menyampaikan doa umat yang merangkul seluruh dunia, dan kemudian menghormati salib—tanda kasih yang mengalahkan dosa dan kematian.

Meski di luar hujan turun, di dalam gereja suasana terasa hangat oleh kehadiran umat yang tekun berdoa dan merenung. Suara bacaan dan doa menggema lembut, berpadu dengan tetes hujan yang jatuh di atap, seolah ikut meratapi penderitaan Sang Juruselamat. Salib yang dihadirkan dan dihormati umat menjadi titik pusat perhatian, simbol pengorbanan agung dan kasih tanpa batas.

Dalam homilinya, Romo Fajar mengajak umat untuk tidak hanya melihat salib sebagai lambang penderitaan, tetapi sebagai tanda harapan, bahwa dalam setiap luka dan pergumulan hidup, ada kasih Tuhan yang menyelamatkan. Ia menekankan bahwa Jumat Agung bukan hanya hari duka, tetapi juga hari kasih—kasih yang ditunjukkan dengan cara paling radikal: pengorbanan diri sepenuhnya.

Perayaan ini menjadi momen permenungan yang dalam, di mana setiap umat diajak untuk diam, melihat ke dalam hati, dan bertanya: “Apa makna salib dalam hidupku hari ini?”

Di tengah hujan, Gereja tetap penuh. Umat tetap hadir. Hati tetap terbuka. Karena kasih Tuhan, bahkan di hari tergelap, tetap bersinar.